Sehingga, alam pun murka dan membuat orang-orang yang menolong kedua anak raja tersebut ikut terjebak dalam pohon tersebut.
Para korban yang terjebak dalam pohon digambarkan pada ukiran wajah pada tongkat Tunggal Panaluan.
Baca Juga:
Julia Hutabarat, Pahlawan Guru Perempuan Batak Toba Pertama yang Bergelar Sarjana
Cerita lainnya menjelaskan jika tongkat ini masih mengisahkan tentang cinta terlarang atau perkawinan sedarah pada masa lampau, namum bukan dari anak Sang Raja.
Melainkan, kisah Guru Hatia Bulan atau Datu Arah Pane dan Nan Sindak Panaluan yang selama kurang lebih delapan tahun tidak dikaruniai anak.
Ketika Nan Sindak Panaluan diketahui mengandung, Guru Hatia Bulan pun mengalami mimpi buruk, di mana dalam mimpi tersebut Nan Sindak Panaluan melahirkan bayi kembar laki-laki dan perempuan bernama Aji Donda Hatahutan Situan Parbaring dan Tapi Nauasan Siboru Panaluan di hari yang buruk, atau dalam mitologi Batak disebut Ari Sirangga Pudi.
Baca Juga:
100 Tahun Sitor Situmorang: Napak Tilas Sang Penyair Melalui Panggung Opera Batak
Mengalami mimpi buruk tersebut, Guru Hatia diminta para tetua kampung untuk memisahkan kedua anak kembar mereka, namun dihiraukannya.
Hingga pada akhirnya, memasuki usia dewasa anak kembar tersebut, warga setempat melihat hubungan Aji Donda Hatahutan Situan Parbaring dan Tapi Nauasan Siboru Panaluan tidak seperti hubungan saudara, melainkan kekasih.
Dan dipercaya mereka telah melakukan tindakan terlarang atau hubungan intim satu darah.