HumbangNews.Id| Konsorsium Pendidikan Indonesia (KoPI) merupakan perkumpulan organisasi profesi, akademisi, dan organisasi kemasyarakatan yang memiliki perhatian yang seksama terhadap pendidikan di negara dan tanah air tercinta Indonesia.
KoPI beranggotakan 12 organisasi pendidikan, yaitu: Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdatul Ulama (LP Maarif NU), dan Majelis Pendidikan Kristen.
Baca Juga:
Tren Kopi Sumedang Naik Daun, DiskopUKMPP: Ini Saatnya Inovasi dan Ekspansi!
Kemudian ada Majelis Nasional Pendidikan Katolik, dan Perguruan Taman Siswa, Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (FKLKP), dan Perkumpulan Perguruan Tinggi Kependidikan Negeri (PPTKN).
Lalu ada Forum Penyelenggara Pendidikan Tenaga Kependidikan Swasta Indonesia, Forum Komunikasi Pimpinan FKIP Negeri Se-Indonesia, dan Forum Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
Dalam keterangan pers yang diterima media, Kamis (24/2/2022), KoPI mencermati pembahasan RUU Sisdikdnas yang diinisiasi Kemendikbud Ristek perlu untuk ditunda karena hal-hal sebagai berikut:
Baca Juga:
5 Penyakit Bisa Menyerah jika Anda Minum Kopi Hitam Tanpa Gula
1. Pembahasan dilakukan dengan tergesa-gesa Proses pembahasan RUU Sisdiknas patut dipertanyakan, karena dibuat mendahului peta jalan pendidikan nasional. Pembahasan yang tergesa-gesa terhadap sebuah produk hukum utama akan menjadi rujukan penting akan beresiko menghasilkan produk hukum yang cacat proses dan kurang legitimasi masyarakat. Apalagi dibuat tanpa menyepakati arah yang jelas akan di bawa ke mana pendidikan Indonesia.
2. Pembahasan dilakukan dengan tidak terbuka secara penuh Proses pembahasan tidak terbuka secara penuh. Di mana tidak setiap pemangku kepentingan mendapatkan akses yang penuh terhadap dokumen dan diberikan waktu yang terlalu singkat untuk mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap substansi dokumen penting ini.
3. Kompleksitas pendidikan nasional terutama terkait tata kelola guru sangat luas dan mendalam. Karena kompleksitas tata kelola guru sangat luas dan mendalam, maka sangat riskan ketika dibahas dan diputuskan dalam waktu yang terlalu singkat.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) merupakan hajat dan kepentingan bangsa dalam menunaikan UUD 1945, khususnya pada bagian pembukaan dan pasal 31.
Oleh karena itu, perlu dibahas dengan cermat dan seksama.
Jangan sampai ada hak warga negara dan kewajiban negara/pemerintah yang tidak tertunaikan terkait dengan pendidikan.
UUSPN adalah payung hukum tertinggi pikiran normatif dan praktik pendidikan di wilayah yurisprudensi NKRI.
UUSPN yang baru nanti harus visioner namun tidak meninggalkan sejarah dan praktek baik antropologi pendidikan masyarakat bangsa Indonesia.
Tak Lupa, UUSPN yang baru tidak boleh dibangun seolah-olah Indonesia adalah ruang kosong yang boleh didirikan bangunan apa saja di atasnya.
Filsafat Pancasila yang sosialis harus menjadi landasan utama pemikiran yang dituangkan dalam setiap pasal dan ayat pada UUSPN tersebut.
Lalu, UUSPN ini sebaiknya hanya mengatur tetang hal-hal pokok saja tentang pendidikan.
Sedangkan hal-hal teknis operasional diatur pada tingkat perundangan di bawahnya mulai dari peraturan pemerintah ke bawah.
Misalnya yang terkait tata kelola guru/dosen dan sebutan pendidikan/tenaga kependidikan lainnya, tentang belajar jarak jauh, tentang pendidikan berbasis big data, tentang pembiayaan pendidikan di tingkat pemerintah dan satuan, dan seterusnya. [as/gun]