HumbangNews.Id | Perusahaan multinasional yang fokus pada jasa dan produk Internet, Google, saat ini tengah menghadapi gugatan hukum.
PriceRunner, situs web perbandingan harga yang berbasis di Swedia, melayangkan gugatan terhadap Google yang dianggapnya "pilih kasih" sehingga membuat konsumen membeli barang dengan harga yang lebih mahal.
Baca Juga:
Bisa Kuras Rekening, Pengguna Gmail Wajib Waspada jika Dapat Link Ini
Tak main-main, PriceRunner membawa gugatan ini ke pengadilan Eropa. Pihak Google pun dituntut untuk memberikan ganti rugi minimal 2,1 miliar Euro atau setara Rp 34,5 triliun.
Gugatan PriceRunner berawal dari tuduhan kepada Google yang diduga melakukan praktik monopoli berupa manipulasi algoritma pencarian produk dan melanggar undang-undang persaingan terkait pencarian produk.
Tindakan tersebut dianggap menyebabkan rekomendasi produk atau perbandingan harga dari layanan belanja milik Google, Google Shopping, selalu berada di posisi paling atas.
Baca Juga:
Incar Isi Rekening, Link Berbahaya di Gmail Kini Bisa Menyamar
Pihak PriceRunner mengatakan, tindakan ini telah merugikan perusahaan lain yang menyediakan layanan serupa, dalam kasus ini adalah PriceRunner.
"Kami menuntut kompensasi atas kerugian yang disebabkan Google selama bertahun-tahun," ujar CEO PriceRunner Mikael Lindahl dalam sebuah pernyataan.
Layanan Google Shopping sendiri memang memperlihatkan hasil pencarian berupa foto produk yang dicari pengguna berikut nama-nama toko yang menyediakan/menjual produk tersebut.
Jika terdapat label 'sponsored' pada produk, ini berarti penjual membayar kepada Google agar produknya terpasang atau dimunculkan di urutan teratas hasil pencarian.
Dengan produk dari layanan Google Shopping selalu ada di posisi teratas, para pengguna mungkin tidak akan melihat produk lain, kecuali mereka melihat lebih ke bawah.
Konsumen membeli produk dengan harga yang lebih mahal
Tidak hanya merugikan perusahaan, PriceRunner pun mengatakan bahwa praktik monopoli oleh Google ini juga menyebabkan kerugian bagi pelanggan.
Hal ini dikarenakan produk dari Google Shopping disebut dibanderol dengan harga lebih tinggi dari produk serupa lainnya.
Sebagai dukungan untuk tuduhan yang dilayangkan, PriceRunner mengutip sebuah studi oleh perusahaan akuntansi, Grant Thornton, yang mengatakan bahwa harga penawaran di Google Shopping untuk kategori populer, seperti pakaian dan sepatu, bisa mematok harga 16-37 persen lebih mahal.
Tak hanya itu, harga di Google Shopping untuk produk jenis lainnya juga disebut lebih mahal 12-14 persen dibandingkan dengan situs serupa.
Jika demikian, menurut PriceRunner, pelanggan tidak memiliki akses untuk layanan perbandingan harga yang relevan.
"Makanya Google harus menunjukkan hasil yang paling relevan dan harus didasarkan pada algoritma pencarian normal," kata Lindahl.
Apa kata Google?
Mengenai gugatan PriceRunner, juru bicara (jubir) Google menjelaskan bahwa Google sudah mengubah sistem iklan di Google Shopping sejak tahun 2017.
"Perubahan yang kami lakukan ini berhasil menghasilkan pertumbuhan untuk setidaknya 800 situs web penyedia layanan perbandingan harga di seluruh Eropa. Sistem ini tunduk pada pemantauan intensif oleh Komisi Uni Eropa dan dua kelompok ahli dari luar," jelas jubir Google.
Meski demikian, jubir Google mengatakan, pihaknya sudah siap menghadapi gugatan hukum dari PriceRunner, sebagaimana dilansir TechCrunch, Rabu (9/2/2022).
Sebenarnya, gugatan hukum yang mempermasalahkan Google Shopping ini bukan yang pertama.
Pada tahun 2017, Google juga pernah dijatuhi denda sebesar 2,42 miliar Euro oleh Komisi Eropa karena praktik monopoli layanan Google Shopping.
Google pun mengajukan banding atas hukuman tersebut, namun pada November 2021, banding tersebut ditolak oleh Pengadilan Umum Uni Eropa dan Google tetap dituntut untuk membayar denda yang ditetapkan. [as/rin]